Monday, 23 February 2015

Guru Honorer (critical Review)

Pendahuluan

  1. Latar Belakang
Gaji guru honorer dan non pegawai negeri sipil (PNS) ternyata masih di bawah upah buruh pabrik. Kondisi ini memprihatinkan sehingga perlu diperjuangkan tentang nasib mereka. Hal itu disampaikan Ketua Pengurus Besar PGRI Pusat, Sulistiyo dalam audiensi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Selasa (3/9), di IKIP PGRI Semarang. Dia mengatakan, dilihat dari penghasilan antara keduanya, nasib guru honorer ternyata lebih buruk dibanding buruh. "Para pekerja atau buruh kondisinya lebih baik daripada guru. Mereka (pekerja) masih mendapat jaminan sosial ataupun kesehatan, sedangkan guru honorer tidak," ungkapnya.
Seharusnya bagi guru telah ada sistem kepegawaian yang mengatur honor dan jabatan. Hal itu juga berlaku bagi guru yang belum diangkat, namun realisasinya itu tidak diterapkan pada guru honorer. "Saat ini saja ada satu juta lebih guru honorer yang gajinya jauh di bawah upah minimum regional (UMR). Gaji guru honorer di kabupaten/kota diketahui senilai Rp 200 ribu-Rp 500 ribu per bulan," katanya yang juga anggota DPD RI itu.
Sulistiyo berharap, walau terpaksanya tidak bisa diangkat menjadi pegawai paling tidak ada perlakuan yang lebik baik bagi mereka terkait kesejahteraannya. Maka itu pihaknya akan segera merapatkan barisan untuk memperjuangkan nasib guru honorer agar lebih baik.
"Selama ini kami sudah mengusulkan dalam regulasi, mengirim surat, hingga audiensi kepada pemerintah tetapi tidak ada tanggapan mengenai kepastian nasib guru honorer," tandasnya. Dengan kondisi tersebut PGRI menggandeng Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) untuk berkonsolidasi memperjuangkan nasib guru dan buruh. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pemerintah Jawa Tengah dengan kepemimpinan gubernur yang baru harus memperhatikan kesejahteraan guru honorer. "Melihat UMR untuk Kota Semarang saja nilainya jauh di bawah Jabodetabek. Ini namanya ketidakadilan padahal ekonomi Jateng tumbuh dan meningkat," tuturnya.

Ulasan
  1. Kinerja Guru
Indonesia  dengan sumber daya manusia yang sangat banyak sampai sejauh ini nyatanya belum bisa menjadi negara maju. Hal ini tentunya karena SDM di Indonesia terbukti memang kualitasnya masih rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas SDM tentunya adalah dengan pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa pendidikan tentu manusia tidak akan memiliki ilmu yang sangat vital peranannya bagi setiap manusia. Tanpa ilmu tentu manusia tersebut akan menjadi manusai yang bodoh yang tidak akan mampu bersaing dengan lainnya yang memiliki ilmu yang tinggi.
Ilmu bisa didapatkan dari mana saja, salah satunya tentu dari lembaga pendidikan dimana seseorang akan menimba ilmu dari seorang guru. Guru sangatlah berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga seorang guru haruslah berkualitas dalam mentransfer ilmu yang dia miliki kepada peserta didiknya. Guru adalah SDM yang sangat penting dalam kehidupan manusia, maka dari itu kinerja seorang guru akan sangat menentukan masa depan suatu bangsa.
Menentukan kualitas kinerja guru tidaklah mudah karena guru bekerja di bidang jasa. Menurut Goetsh dan Davis (dalam Fandy Tjiptono, 1996:51) , bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi bahkan melebihi harapan. Artinya bahwa untuk menentukan kualitas seorang guru adalah bagaimana prosesnya dalam mendidik para peserta didik dan juga output dan outcomenya apakah sudah sesuai dengan harapan. Sehingga seorang guru sangatlah diharapkan kualitasnya dalam bekerja mencerdaskan SDM di Indonesia.
  1. Upah Guru
Untuk mengoptimalkan kinerja seorang guru salah satunya tentu dengan memberikan imbalan atas jasa yang telah diberikannya. Guru saat ini mendapatkan gaji yang cukup yaitu di atas 2 juta rupiah per bulannya sesuai dengan golongannya, apalagi dengan adanya program sertifikasi dimana gaji guru menjadi 2 kali lipat dari gaji pokoknya. Namun gaji tersebut hanya berlaku bagi guru yang sudah berstatus PNS. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan para guru yang belum berstatus sebagai PNS. Gaji guru honorer saat ini hanya berkisar di antara 200-500 ribu rupiah saja per bulannya. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota  Jakarta No.  189 Tahun 2012, UMP DKI Jakarta saat ini sebesar  Rp. 2.200.000,00, artinya bahwa gaji seorang guru honorer jauh dibawah upah buruh, bahkan guru honorer tidak mendapatkan jaminan sosial dan kesehatan. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kinerja seorang guru mengingat kompensasi adalah salah satu komponen yang sangat penting bagi setiap tenaga kerja karena kompensasi/balas jasa akan dipergunakan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Peterson dan Plowman (dalam Malayu S.P Hasibuan,2000:120) mengatakan bahwa orang mau bekerja karena hal-hal berikut :
1.      The desire to live, artinya manusia bekerja untuk dapat makan dan minum untuk dapat melanjutkan hidupnya.
2.      The desire for posession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu.
3.      The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan.
4.      The desire for recognation, artinya keinginan akan pengakuan.
Dari hal tersebut tentu jelas bahwa jika gaji guru honorer sangat rendah bahkan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka dikhawatirkan guru honorer tidak akan bekerja secara maksimal bahkan tidak mau bekerja lagi dan lebih memilih untuk mendapatkan pekerjaan yang lainnya.
  1. Timbul Konflik
Minimnya upah seorang guru honorer tidak hanya berdampak pada kinerja seorang guru tersebut, melainkan akan berdampak secara luas. Permasalahan-permasalahan yang kompleks akan terjadi. Menurut Robins dalam (wahyudi,2006:37) bahwa konflik organisasi disebabkan adanya saling ketergantungan pekrjaan satu arah, diferensiasi horisontal yang tinggi, formalisasi yang rendah, perbedaan kriteria evaluasi dan sistem imbalan, keanekaragaman anggota, perbedaan status dan peran, serta distorsi komunikasi. Sebelumnya telah disebutkan bahwa kinerja seorang guru honorer akan menjadi tidak maksimal karena upahnya sangat minim dan tidak sesuai dengan jasa yang telah diberikannya.
Walaupun hanya berstatus guru honorer, namun sesungguhnya pekerjaan guru honorer sama dengan guru PNS. Sebagai contoh, seorang guru honorer SD, dia mendapatkan mandat untuk menjadi guru kelas 1, lalu ada guru PNS yang bekerja sebagai guru kelas 2, ini sudah jelas bahwa peran dan pekerjaan keduanya adalah sama karena keduanya sama-sama bekerja memegang siswa di satu kelas. Namun kenyataanya mereka mendapatkan kompensasi yang selisihnya sangat jauh, hal ini tentu akan menyebabkan kecemburuan sosial dalam suatu organisasi dan kesenjangan sosial. Dengan adanya hal tersebut besar kemungkinan akan terjadi konflik internal dalam organisasi, dalam hal ini lembaga pendidikan. Konflik antar anggota organisasi tentu akan menyebabkan hubungan antar anggota menjadi tidak harmonis, padahal kelangsungan hidup suatu organisasi/pondasi suatu organisasi terletak pada keharmonisan individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi tersebut. Jika sebuah lembaga pendidikan tidak mampu memberikan kinerja yang maksimal sudah tentu peserta didik juga tidak akan maksimal dalam belajar, padahal para peserta didik adalah calon generasi penerus bangsa.
Dapat disimpulkan bahwa hanya karena minimnya upah seorang guru honorer akan membawa permasalahan-permasalahan yang sangat kompleks, mulai dari masalah individu, yaitu guru honorer tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, lalu permasalahan internal dalam lembaga pendidikan dimana terjadinya kecemburuan sosial antara guru honorer dengan guru PNS yang akan berakibat terhadap kelangsungan kinerja lembaga pendidikan, bahkan dampak jangka panjang terhadap kualitas SDM (para peserta didik) sebagai calon generasi penerus bangsa yang kualitasnya tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain karena proses pendidikan yang tidak berjalan dengan maksimal.

Rekomendasi
1.      Standarisasi Upah Guru Honorer yang Layak
Menurut Fandy Tjiptono (1996:86) “Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi, hal-hal yang mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang memadai, dan lain-lain.” Sehingga salah satu cara untuk memperbaiki kualitas jasa dari seorang guru honorer adalah pemberian upah yang cukup. Jika seorang buruh saja di Jakarta kini mendapatkan upah sebesar Rp. 2.200.000,00, bahkan seorang dokter honorer pun mendapat gaji yang lebih tinggi dari UMR tersebut. Maka sangatlah tidak layak jika seorang guru walaupun berstatus sebagai guru honorer mendapatkan upah di bawah 1 juta rupiah.
Tentu harus ada standarisasi upah yang layak dari pemerintah pusat secara nasional sehingga gaji guru honorer di seluruh wilayah Indonesia setidaknya bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sehari-hari. Karena sesungguhnya pekerjaan guru itu jauh lebih penting dari pekerjaan seorang dokter. Dokter mungkin bisa menyembuhkan seorang pasien, namun tanpa adanya guru, tidak akan ada seorang dokter pun karena dokter juga harus menempuh pendidikan terlebih dahulu. Walaupun hanya berstatus guru honorer, namun kenyataanya jumlah guru honorer di Indonesia sangat banyak. Sehingga diharapkan kualitas kerjanya bisa maksimal dan kualitas SDM di Indonesia menjadi berkualitas tidak kalah dengan bangsa lain.
2.      Jaminan sosial dan kesehatan
Standarisasi upah guru honorer tentu tidak mungkin tinggi, standarisasi tersebut hanya berkaca pada kemampuan guru honorer supaya dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sehingga harus ada kesejahteraan bagi seorang guru honorer, hal ini sangat jelas sependapat menurut Malayu S.P Hasibuan, (2000:179) “Tidak mungkin karyawan bersemangat bekerja dan berkonsentrasi penuh terhadap pekerjaannya jika kesejahteraan mereka tidak diperhatikan dengan baik”. Seperti halnya buruh tentu guru honorer juga manusia biasa yang bisa sakit, lalu jika gajinya walaupun sudah distandarisasi namun hanya pas-pasan tentu masih akan ada kesulitan jika dia sakit. Jika seorang buruh saja mendapat jaminan kesehatan tentu seorang guru honorer juga layak untuk mendapatkannya, karena seorang guru dan pekerjaan apapun jelas dituntut untuk sehat supaya dalam bekerja bisa loyal, semangat dan hasilnya maksimal.
Selain adanya jaminan kesehatan, jaminan sosial pun juga sangat penting untuk diberikan. Bagi guru honorer yang telah memiliki keluarga, istri dan anak-anak tentu kebutuhan hidupnya semakin kompleks, seperti misalnya menyekolahkan anak-anak mereka. Pemerintah jelas sudah sangat memperhatikan hal tersebut, terbukti bagi para guru yang berstatus PNS, mereka mendapatkan tunjangan anak dan istri, dan tunjangan-tunjangan lainnya semisal THR bahkan gaji pensiunan. Namun sayangnya hal ini tidak berlaku terhadap guru honorer. Padahal peran dan pekerjaan mereka sama, bahkan gaji guru honorer jelas-jelas lebih rendah. Sehingga diharapkan guru honorer juga diperhatikan kesejahteraannya setidaknya dengan memberikan tunjangan anak dan tunjangan hari raya, sehingga bisa membantu kebutuhan-kebutuhan mereka yang sangat kompleks karena pemeliharaan tenaga kerja sangatlah penting. Karena sekali lagi, jika pemeliharaan seorang tenaga kerja tidak diperhatikan, maka semangat kerja, sikap, dan loyalitasnya akan menurun.
3.      Pengangkatan guru honorer menjadi PNS
Promosi memberikan peran penting bagi setiap karyawan/tenaga kerja, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Malayu S.P Hasibuan (2000:107) mengatakan bahwa “Dengan promosi berarti ada pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menduduki status/jabatan yang lebih tinggi.” Dengan demikian, promosi akan memberikan status sosial, wewenang, tanggung jawab, serta penghasilan yang semakin besar bagi karyawan. Sehingga sangat penting bagi pemerintah untuk mengangkat guru honorer sebagai guru PNS. Dengan diangkatnya seorang guru honorer menjadi PNS tentu akan semakin menjadikannya untuk lebih maksimal dalam bekerja dan memberikan hasil yang terbaik.
Pengangkatan guru honorer menjadi PNS tentu juga tidak sembarangan karena ini juga membutuhkan biaya yang sangat besar, guru honorer yang diangkat haruslah guru honorer yang benar-benar layak. Selain untuk memaksimalkan kinerja guru, pengangkatan ini juga sangat penting dilakukan, karena sesungguhnya Indonesia masih kekurangan tenaga pengajar yang sangat banyak. Dilansir dari okezone.com, pemerintah menyatakan bahwa Indonesia kelebihan tenaga pengajar, hal itu sangatlah salah karena kenyataannya Indonesia sangat banyak kekurangan guru, khususnya di daerah-daerah pedesaan dan terpencil. Guru honorer tentu tidak akan bersedia dengan gaji mereka yang rendah, mereka ditugaskan di daerah-daerah yang kekurangan guru tersebut.  Maka dari itu hendaknya pemerintah segera melakukan pengangkatan guru PNS besar-besaran untuk mengatasi hal tersebut sehingga daerah-daerah pedesaan dan terpencil juga memiliki stok guru yang cukup dan berkualitas. Sehingga pada akhirnya tidak akan terjadi kesenjangan pendidikan di daerah pedesaan dengan pekotaan. Dan selain itu guru honorer juga mendapatkan jaminan kesejahteraan hidup dengan diangkatnya menjadi PNS.

Daftar Pustaka

Amirin, Tatang M, dkk. (2011). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
Hasibuan, H. Malayu S.P, Drs. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Sunindhia, Y.W, S.I dan Dra. Ninik Widiyanti. (1987). Manajemen Tenaga Kerja.
Jakarta : Bina Aksara.
Tjiptono, Fandy. (1996). Manajemen Jasa. Yogyakarta : Andi Yogyakarta

Wahyudi, DR. (2006). Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung : Alfabeta.